Berikan Respon Yang Tulus

Berikan Respon yang Tulus

Tidak semua siswa akan meniru dan melaksanakan tentang semua yang disampaikan gurunya. Jika siswa bertindak nyleneh dalam sebuah pekerjaannya, terkadang guru menganggap itu adalah sebuah perbuatan ngawur yang dilakukan oleh siswanya, meskipun perbutan itu masih dalam batas-batas kewajaran sebagai seorang siswa.
Kebanyakan harapan guru dalam melakukan proses belajar di sekolah adalah agar siswa meniru dan mempraktikkan ide-ide dan pengetahuan yang di ajarkan guru. Guru akan merasa puas jika siswanya mendapatkan nilai maksimal sesuai dengan keinginan dan kriteria yang diberikan “paksa” dalam kegiatan di sekolah.
“Mengapa dipaksakan?” kalimat dipaksakan sangat tidak nyaman kedengarannya. Tapi itulah kenyataan yang terjadi dalam kegiatan proses di sekolah. Guru mengharuskan siswa mengerjakan soal sesuai dengan yang telah dicontohkan. Sedikit memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitasnya. Sepertinya guru memberi batasan kepada siswa sesuai dengan keinginan dan kehendak guru, tidak membiarkan siswa berkreasi sesuai dengan keinginan dan kebutuhannya. Tindakan tersebut mengakibatkan pola berfikir siswa akan mati, kreatifitasnya terbatas pada keinginan dan kehendak guru.
Bahkan tidak jarang seorang guru setelah melakukan kegiatan mengajar di kelas berkata “masak soal begitu saja tidak bisa, contoh yang saya berikan sudah jelas, soal yang saya berikan hanya berubah angkanya saja, tapi anak-anak masih tidak bisa”.
Kalimat tersebut jelas menunjukkan bahwa sifat egois guru yang memaksa siswanya untuk menyelesaikan soal seperti yang telah dicontohkan. Guru merasa telah memberikan sesuatu yang terbaik dan mudah untuk difahami siswanya. Menyajikan proses pembelajaran yang dianggap sudah sesuai dengan kondisi dan keadaan siswanya. Menerapkan metode pembelajaran sesuai keilmuan yang dianggapnya sudah benar. Tetapi hasil akhirnya merasa siswanya gagal dalam mengkonsumsi pengetahuan yang disampaikan.
Dalam kondisi seperti itu, sangat memungkinkan guru emosi, tidak terkontrol perkataannya, bahkan sikapnya akan tampak kelihatan tidak suka terhadap perilaku siswanya yang dianggap pekerjaannya nyleneh tersebut.
Sikap seperti yang digambarkan itu jika memang benar-benar terjadi tentu akan membawa dampak negatif terhadap cara berpikir siswa. Siswa akan merasa takut dengan mata pelajaran yang sedang dipelajari, siswa akan mempunyai anggapan bahwa gurunya jahat, gurunya akan memarahi pada pertemuan yang akan datang, dan lain sebagainya yang sejenis dengan anggapan-anggapan negatif dalam benak siswa.
Melalui anggapan-anggapan negatif yang muncul dalam pemikiran siswa, dia akan merasa malas untuk datang pada pertemuan berikutnya. Dia tidak akan begairah dalam belajar mata pelajaran berikutnya, bahkan dia akan berharap sekali jika gurunya berhalangan hadir di sekolah saat mata pelajaran tersebut.
Dimanakah sosok guru faforit dan guru idola yang didambakan siswa?. Pada hal salah satu harapan siswa datang ke sekolah adalah untuk bertemu dan meniru idolanya. Selain untuk bertemu idola, meniru gayanya, juga belajar dalam proses perkembangan kognitinya.
Jika siswa benar-benar mendapatkan perlakuan seperti yang diceritakan diatas, maka jangan pernah salahkan siswa jika siswa tidak mengidolakan anda sebagi gurunya, tidak meniru dengan apa yang anda sarankan dan berikan, tidak mematuhi dengan peraturan yang anda buat, tidak melaksanakan tugas dengan baik sebagai seorang siswa. Siswa akan berontak, akan menggunjing, menertawakan, dan memandang remeh gurunya karena mereka beranggapan bahwa gurunya tidaklah menjadi guru yang baik. Bisa juga siswa akan menggolongkan anda ke dalam kelompok “guru yang tidak enak dalam mengajar”.
 Dale Carnegie (1995:298) dalam bukunya menyatakan “perlihatkan respek yang baik terhadap pendapat orang lain” adalah salah satu cara yang dapat digunakan untuk menarik minat orang lain. Dalam kasus belajar siswa di sekolah, cara ini dapat diterapkan pula. Melalui perhatian tulus seorang guru terhadap siswanya akan mampu mempengaruhi minat siswa dalam belajarnya, mampu merubah pandangan siswa dari materi pelajaran yang sulit menjadi materi yang mudah dengan bimbingan gurunya.
Dalam sebuah diskusi di meja belajar mahasiswa S-2 UMM, seorang mahasiswa yang menjadi guru di sekolahnya menyampaikan pengalamannya tentang hebatnya sebuah perhatian tulus guru terhadap siswanya yang mengalami kesulitan dalam belajarnya. Dalam kasus yang dihadapinya, guru tersebut memberikan sebuah pujian tulus terhadap hasil kerja siswanya yang jauh dari yang diharapkan. Bagaiman hasilnya?, melalui sebuah pujian tulus tersebut, siswanya seakan terhipnotis, dengan sendirinya dia mengatakan sesuatu secara panjang lebar kepadanya.
“pak, baru kali ini hasil saya dihargai melalui sebuah pujian”
“o ya…, benarkah itu?”
“benar pak, setiap pekerjaan saya selalu mendapat cemoohan dan sindiran bapak atau ibu guru, bahkan teman-teman sekelas pun ikut mempermalukan saya”
“sebenarnya apa permasalahannya, sehingga pekerjaanmu dianggap salah atau ngawur? Jangan-jangan memang kamu sengaja, pada hal pekerjaanmu sekarang itu sudah bagus”. Dia mengatakan bagus bukan karena pekerjaannya benar atau menuju benar, bahkan pekerjaannya memang jauh dari yang diharapkan. Dia mengatakan bagus karena bagus dia sudah ada usaha untuk mengerjakan, dari pada tidak sama sekali.
“terus terang saja pak, setiap tugas yang diberikan, saya masih belum mengerti tentang tugas tersebut, ketika saya mau tanya, saya merasa malu dan takut untuk disindir atau ditertawakan teman-teman”
Dari perkataan yang terakhir, guru tersebut dapat mengetahui apa sebenarnya permasalahan yang dihadapi siswanya. Siswanya mengalami sebuah keterbatasan dalam mengkonsumsi materi yang disajikan guru. Sementara siswa-siswa yang lain tidak. Sehingga setiap apa yang disampaikan guru sudah mampu diterima teman-temannya tetapi dia masih belum. Dalam arti, dia masih membutuhkan sebuah bimbingan khusus untuk dapat menerima dan memahami materi tersebut.
Sungguh luar biasa, dampak sebuah perhatian tulus yang diberikan kepada siswa. Melalui sebuah perhatian tersebut, siswa berani menceritakan sebuah permasalahan-permasalahan mendasar yang sedang dihadapi tanpa takut untuk dicemooh dan dipermalukan oleh guru dan teman-temannya. Pada akhirnya guru dapat memberikan sebuah solusi yang tepat terhadap permasalahan yang sedang dihadapi siswanya.
Menurut Imanita M. (2014) dalam Jurnal Pendidikan Sejarah Volume 3, melalui kecerdasan interpersonal (kecerdasan dalam berkomunikasi dengan orang lain) yang melahirkan suatu perhatian tulus, mampu memberikan motivasi dan dapat memahami perasaan orang lain. Melalui sebuah perhatian yang tulus, guru mampu memahami perasaan siswanya, kesulitan belajarnya, serta permasalahan-permasalahan yang dihadapi siswanya sehingga mampu memberikan motivasi dan bimbingan untuk keluar dari permasalahan yang dihadapi siswanya.
Winarni S (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Perhatian Guru, Motivasi Belajar, dan Kecerdasan Emosional terhadap Prestasi Belajar Biologi Siswa SMA Negeri 2 Bantul” termuat pada jurnal BIOEDUKATIKA Vol. 2 No. 1 memaparkan bahwa bahwa perhatian guru merupakan salah satu faktor  yang  dapat  mempengaruhi   prestasi  belajar siswa. Melalui perhatian tulus seorang guru terhadap siswanya mampu menimbulkan motivasi belajarnya, hal ini berakibat pada peningkatan prestasi belajarnya.

Melalui sebuah perhatian dan respon tulus seorang guru terhadap siswanya, memungkinkan menjadi salah satu indikator perubahan sikap, perilaku, serta psikologis siswa terhadap cara belajarnya dan pengembangan kretifitas dalam dirinya. Bahkan siswa mampu menyampaikan kesulitan-kesulitan yang dihadapi kepada gurunya, hingga pada akhirnya guru mampu memberikan solusi terhadap siswanya untuk keluar dari permasalahan tersebut.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Pentas Dunia Melalui Asesmen