Meraih Pentas Dunia Melalui Asesmen

Meraih Pentas Dunia melalui Asesmen


Sebuah proses pembelajaran yang berlangsung dengan baik juga harus ditunjang dengan sebuah penilaian yang tepat dan menyeluruh.. Penilaian yang tepat dan menyeluruh akan mampu memberikan gambaran dari keberhasilan suatu kompetensi yang dikuasai dari suatu proses yang telah berlangsung. Usman (2010) dalam penelitiannya yang berjudul Penerapan Penilaian Autentik dalam Pembelajaran Matematika Realistik di Kelas VIII SMP Negeri 3 Banda Aceh dan termuat dalam Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu menyampaikan “Melalui penilaian menyeluruh aktivitas siswa dalam kegiatan proses belajar menjadi efektif”. Selain itu, penilaian dalamsuatukegiatan proses belajar seharusnya dilakukan agar mampu dibaca oleh semua pihak, terutama siswa dan wali siswa.
Dalam sebuah laporan penilaian akhir semester anak saya yang masih berusia Taman Kanak-Kanak, memberikan deskripsi kompetensi yang dikuasainya yaitu “siswa mampu melantunkan do’a pendek sebanyak empat macam”. Setelah membaca laporan tersebut, segera saya ingin mengetahui apakah anak saya benar menguasai do’a tersebut atau tidak. Hasil yang saya peroleh setelah meminta anak saya untuk melantunkan do’a yang dihafalnya, ternyata benar anak saya mampu melantunkan empat do’a pendek secara benar, selebihnya dia tidak bisa.
Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang diperoleh anak saya sesuai dengan laporan penilaian yang disampaikan kepada wali siswanya. Terasa unik kenyataannya, ketika membaca buku laporan hasil belajar siswa Taman Kanak-kanak, di sana dideskripsikan sedetail mungkin tentang kemampuan kompetensi yang telah dikuasai selama belajarnya. Sehingga wali siswa mampu menterjemahkan kompetensi apa saja yang telah dikuasai anaknya, bukan hanya sekedar nilai nominal yang tertera 70, 75, atau 80 dengan tanpa penjelasan kemampuan yang telah dimiliki.
Sementara itu, dalam sebuah diskusi di sebuah warung kopi yang terdiri dari para orang tua ketika itu anaknya sedang menempuh sebuah pendidikan di Sekolah Dasar. Seorang dari mereka memberikan sebuah percakapan “anakku matematikanya dalam raport mendapat nilai 85, tetapi setelah saya minta bantuannya untuk menghitungkan luas ubin yang harus dipasang di ruang tamu di rumah dia tidak bisa,”.
Mendengar perkataan tersebut, saya merasa sangat miris dibuatnya. Dapat dibayangkan, jika penilaian terebut didasarkan pada suatu deskripsi tentang penguasaan kompetensi menghitung luas atau kompetensi yang lain, tentu wali siswa tersebut akan memahami kondisinya, bahwa anaknya mendapatkan nilai 85 itu pada penguasaan kompetensi tertentu tetapai bukan pada kompetensi menghitung luas. Atau juga kompetensi menghitung luas tetapi diperjelas pada tingkat luas yang sebagaimana semestinya.
Hal ini dapat menunjukkan persepsi yang berbeda dari sebuah kepentingan yang seharusnya difahami secara menyeluruh oleh fihak tertentu terutama oleh wali siswa. Bukankah setiap wali siswa ingin mengetahui perkembangan belajar setiap putra-putriya?, dalam sebuah lembaga pengelola pendidikan telah menfasilitasi keinginan tersebut melalui sebuah laporan yang diakukan oleh lembaga tiap akhir semester dengan membagikan raport yang berisi tentang nilai perkembangan belajar putra-putrinya.
Jika ditinjau dari segi manfaat sebuah laporan penaian terhadap siswa, tentu juga akan memberikan sebuah manfaat yang begitu besar. Dari administrasi lembaga dan guru, manfaat yang begitu nyata adalah sebagai bentuk profesional suatu lembaga dalam menjalankan manajemen sebuah pendidikan sehingga mampu menjawab akan pertanyaan perkembangan kemajuan serta kemerosotan terhadap prestasi siswanya, sementara bagi seorang guru akan mampu mennjukkan profesionalitasnya dalam menjalankan suatu kewajibannya terhadap suatu proses belajar siswanya selama mengikuti kegiatan tersebut.
Selain itu, dengan adanya sebuah penilaian yang begitu detail dan menyeluruh juga akan memberikan suatu wibawa tersendiri kepada seorang guru bahwa dirinya telah menjalankan tugasnya sebagai seorang guru spesialis yang menjadi tanggung jawabnya dalam melakukan suatu kegiatan proses belajar siswanya.
Bukan hanya nanfaat bagi lembaga dan guru saja, tetapi penilaian juga bermanfaat bagi siswa dan wali siswa. Melalui sebuah penilaian yang benar-benar obyektif dan mampu diterjemahkan oleh siswa dan wali siswa, tentu akan memberikan suatu persepsi positif dari diri siswa serta wali siswa.  Ketika siswa mendapatkan sebuah nilai yang benar-benar rendah dan mampu diterjemahkan sendiri, tentu mereka akan berusaha untuk mengejar ketinggalannya karena mereka mengetahui dimana letak kelemahan dan kekurangannya, sementara wali siswa akan memberikan sebuah dorongan yang menjadi suplemen untuk anaknya.  
Dalam sebuah bimtek untuk guru dengan tema Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dilaksanakan oleh Dinas Pedidikan Kabupaten Pasuruan, Nara sumber memberikana penjelasan bahwa masih banyak guru-guru yang memberikan sebuah tes diakhir sebuah proses pembelajaran dengan bentuk soal yang tidak sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi yang telah disusun. Hal ini juga memberikan suatu gambaran bahwa penilaian tersebut masih belum menunjukkan suatu target pencapaian kompetensi yang diinginkan.
Jika kenyataannya benar-benar seperti yang disampaikan nara sumber tersebut, maka bentuk penilaian secara menyeluruh tidak akan pernah tercapai. Bukan hanya wali siswa atau siswanya sendiri yang tidak memahami arti dari angka 70, 75, atau 80 yang tercantum dalam sebuah raport, tetapi kemungkinan besar guru sendiri tidak akan mampu untuk menjawab pertanyaan kompetensi apa saja yang telah dikuasai siswanya sehingga siswanya mendapatkan angka 70, 75, atau 80 itu.
Untuk itu, perlu adanya suatu perubahan secara perlahan tetapi pasti dalam diri masing-masing guru untuk memulai suatu langkah dalam menuliskan suatu peniaian terhadap siswa-siswanya setelah mengikuti kegiatan proses belajar yang dilakukannya, sehingga penilaian tersebut benar-benar mampu diterjemahkan secara menyeluruh oleh semua fihak yang berkepentingan terhadap rencana, proses, dan hasil dari suatu kegiatan belajar yang dikelola secara profesional oleh suatu lembaga dan gurunya.
Selain itu dorongan dari luar juga harus ada, seperti aturan dari dinas yang dibakukan dalam suatu peraturan sehingga harus benar-benar ditaati dan dilakukan. Bimtek yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait seperti MGMP, Dinas Pendidikan Kabupaten/kota, propisi, atau pusat yang mampu menjembatani pengetahuan para guru yang belum memahami secara menyeluruh hakikat dan cara melakukan sebuah penilaian. Sehingga penilaian autentik, penilaian secara menyeluruh, atau penilaian secara tepat bukan hanya sekedar teori dan menjadi suatu slogan dalam kalangan pendidikan tetapi benar-benar ada dan diterapkan secara bersama dan menyeluruh.

Jika memang kegiatan tersebut benar-benar mendapat suatu penanganan yang bermutu, tentu hasilnya juga sudah dapat dipastikan bahwa bentuk penilaian tersebut akan menjadi salah satu indikator yang mampu menjadikan pendidikan di Indonesia sangat bermutu, mampu bersaing di tingkat regional, nasional, bahkan tingkat internasional.   

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berikan Respon Yang Tulus